Minggu, 24 Agustus 2014

Quotes #76

Dalam persaingan dunia ini, tak ada pilihan bagi orang yang sedang terjatuh/terpuruk kecuali dua hal; dia berusaha sekuat tenaga untuk bangkit dari keterpurukan itu atau dia pasrah membiarkan dirinya terinjak-injak.

(Deni bin Mu'min)_

Kamis, 14 Agustus 2014

The Choice



Risalah kerinduan hati
Padamu wahai nama yang tertulis di sanubari
Padamu wahai wanita yang pandai menjaga diri
Diorama istana surga belum pernah ada
Tapi di wajahmu itu terlihat cahayanya
Tapi bersamamu itu terasa nuansanya
Di sana itu ada dua wajah yang kita damba tatapannya
Allah tuhan kita,,
Dan Muhammad utusanNya..

Nilam biru bernyanyi merdu menarik hati sang lebah madu
Lili putih tak mau diajak bahagia bersama sang lebah madu
Nilam biru, teruslah berdendang memecah kesunyian jiwaku dengan alquran
Lili putih, aku tak mau memaksamu tetapi kepada Allah cintaku padamu aku titipkan
Kutahu dia berdoa, kuyakin engkau berdoa, dan akupun berdoa
Lawanlah doaku jika kau mau
Siapa tahu Allah menetapkan sesuatu
Yang dengan itu dapat membahagiakan aku, dia, dan dirimu
Nilam biru dan lili putih, berduamu adalah lazuardi di hatiku

Dan aku belajar banyak untuk selalu memahamimu
Dan aku bercita-cita banyak untuk selalu membahagiakanmu_

(Deni bin Mu'min)

Mata dan Hari Menjadi Satu



Mata itu merah membara
Mata itu tak mempunyai kepala
Kita dihangatkan dan dipanaskan oleh mata itu
Kita memanfaatkan dan membutuhkan mata itu


Hari itu tak ada dalam kalender sepanjang masa
Hari itu menjadi patokan perhitungan hari-hari biasa
Kita tak mau hari itu semakin dekat menuju ke sini
Kita tak mau hari itu datang dari sisi barat bumi ini

Mata dan hari bergabung menjadi kekuatan
Mata dan hari menyatu menjadi sumber kehidupan
Inilah matahari ciptaan Tuhan
Inilah matahari yang sempat dianggap Tuhan


Tuhan mengutus matahari agar mata kita berfungsi
Tuhan mengutus matahari agar hari kita mempunyai bilangan
Matahari.. sebagai sumber kehidupan dan penyebab kebinasaan
Matahari.. sebagai tanda-tanda kekuasaan Tuhan bagi kaum yang memikirkan_

(Deni bin Mu'min)

Minggu, 10 Agustus 2014

Kita Bagaikan Selembar Kertas



        
         Saudaraku, ketika kita baru terlahir ke dunia, kita adalah makhluk suci tanpa noda, persis seperti selembar kertas putih tanpa setitikpun tinta. Seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan, otak dan hati kitapun mulai terisi dengan hal-hal yang positif maupuun yang negatif. Di masa itu kita mulai mengenal dan membedakan antara benar dan salah, baik dan buruk, bermanfaat dan mudhorot, dsb. Dan selanjutnya ketika kita mulai baligh, di masa itulah kita menentukan sikap; ingin kita bawa ke mana arah hidup kita, ingin kita warnai dengan tinta apa kertas putih kita. Dalam artian lain, ingin ke arah kebaikan atau ke arah keburukan yang kita pilih, ingin kita sibukkan dalam ketaatan atau kemaksiatan sisa usia kita.
            Jika kita memilih untuk menjadi orang yang berpijak di jalan yang benar, melakukan banyak kebaikan dan kebermanfaatan untuk orang lain, menjadi pribadi yang bernilai di sisi Allah dan di sisi makhluknya. maka itu artinya kita memilih kertas putih itu dicetak menjadi  uang dan kertas putih itu kini menjadi bernilai tinggi, disukai orang banyak, dan bermanfaat untuk alat tukar/jual-beli. Berkumpulnyapun selalu dengan uang-uang yang lainnya di dompet, mesin ATM, ataupun di bank, di tempat yang aman. Sebagaimana berkumpulnya orang baik selalu bersama orang baik pula, ada yang berkumpul dengan orang yang tingkat kebaikannya sederajat, lebih rendah, dan adapula yang lebih tinggi. Sebagaimana di dompet kadang-kadang uang 50.000 berkumpul dengan sesama 50.000, ada juga 20.000 dan 100.000. tetapi ketika sudah masuk mesin ATM atau bank, maka berkumpulnya menjadi sama-sama senilai/sederajat. Orang-orang seperti ini insya Allah nanti ketika wafatnyapun di akhirat akan berkumpul di surga di tingkatan surga yang tingkat amal sholihnya sederajat/sama.
Sedangkan jika kita memilih untuk melakukan banyak kemaksiatan, terbiasa berkata/berperilaku buruk dan keji. Maka itu artinya kita memilih kertas putih itu kita corat-coret dengan tulisan-tulisan atau garis-garis tak bermakna, kertas itu dianggap sampah dan harus dibuang, bahkan harus dibakar, terinjak-injak tidak ada orang yang mau peduli, apalagi untuk menyimpannya atau memelihara kertas tak berharga itu. Kertas-kertas tak berharga itu pasti berkumpulnya adalah di tempat-tempat sampah, di jalanan kotor, dan pojok-pojok barang bekas lainnya. Ibarat orang yang buruk moral dan perilakunya tadi, mereka pasti akan berkumpul di tempat-tempat maksiat, tempat mesum, dan tempat nongkrong yang jauh dari nilai-nilai kebersihan apalagi keindahan. Kertas-kertas tak bernilai itu kalaupun masih selamat tidak dibakar menjadi abu, mereka masih bisa dibah menjadi berharga, itupun harus melalui proses daur ulang yang benar. Proses pendaur ulangan tersebut diibaratkan sebagai LP (Lembaga Permasyarakatan) atau tempat rehabilitasi, di mana orang-orang yang telah “didaur ulang” di sana diharapkan menjadi pribadi yang bisa bermanfaat untuk masyarakat dan memiliki nilai jual. Tapi apabila kertas-kertas itu terlanjur sudah dibakar, maka merekapu berakhir menjadi abu dan akan bertumpuk dengan abu-abu lainnya. Apabila orang-orang yang berperilaku buruk itu sudah terlanjur wafat sebelum bertaubat, maka pastilah mereka akan dibakar juga di api neraka bersama orang-orang yang buruk lainnya, termasuk bersama uang palsu juga, alias orang yang keimanan atau amal kebaikannya ketika di dunia itu palsu, beribadah dan beramal sholih tidak murni untuk Allah.
Mengenai kertas corat-coret dan uang palsu, ternyata uang palsu itu lebih bahaya daripada kertas corat-coret. Uang palsu itu menipu orang-orang yang tidak tahu agar barangnya dibeli, sungguh lebih merugikan orang lain daripada kertas corat-coret yang tidak bisa menipu untuk membeli barang itu. Maka dari itu di akhirat kelak orang-orang yang munafik itu tempatnya adalah di keraknya neraka (neraka yang paling dalam). Karena mereka mengaku beriman padahal imannya itu palsu, hatinya itu sesungguhnya benci kepada kebenaran dan ingin merusak Islam dari dalam, dengan cara yang tersembunyi. Sedikit sekali orang yang bisa mengenalinya, mereka berlindung di bawah khusnuzhon orang-orang Islam lainnya, tidak ada yang dapat mengenalinya kecuali orang-orang yang diberi ilmu tentang itu. Sebagaimana orang yang bisa mengetahui uang palsu hanyalah orang-orang yang diberi edukasi tentang uang palsu itu.
Satu lagi perbedaan antara kertas yang menjadi uang dan kertas yang menjadi sampah corat-coret. Uang ketika ia terjatuh dan terinjak-injak, masih akan ada yang mengambilnya dan menyelamatkannya dan kemudian disimpan di dompet lagi. Bahkan jika uang itu tersobek, orangpun masih mau untuk merekatkannya kembali dengan lem/solasi. Tetapi jika kertas corat-coret yang tidak berharga itu jatuh dan terinjak-injak, tidak ada yang mau mempedulikannya, dibiarkannya tetap terinjak-injak. Kalaupun ada yang peduli untuk memungutnya, ia pasti meletakannya di tempat sampah. Kalaupun ia robek, tidak ada satupun orang yang mau menyambung sobekannya itu, malang sekali. Artinya, jika kita menjadi pribadi yang berakhlak baik, sholih, dan bernilai di sisi Allah. Maka ketika kita sedang dalam keadaan terjatuh/terpuruk, tertindas, dan terluka, akan banyak orang yang masih mau peduli dengan kita dan menyelamatkan kita. Namun jika sebaliknya, kita menjadi pribadi yang buruk akhlaknya, bejat, kejam, dan dimurkai Allah. Maka ketika kita sedang dalam keadaan terjatuh/terpuruk, sakit, menderita, tidak akan ada orang yang mau peduli, yang ada malah mereka gembira dan bersyukur dengan keterpurukan kita, na’udzubillahi min dzalik.
Untuk mencetak kertas menjadi selembar uang itu perlu menggunakan sistematika mesin, perlu desain, perlu aturan-aturan. Sedangkan untuk mencorat-coret kertas menjadi sampah yang tidak berguna tidaklah perlu desain, tidak perlu mesin, dan tak perlu menggunakan aturan-aturan. Artinya, untuk mencetak diri menjadi pribadi yang sholih, beriman dan bertakwa itu perlu aturan (dari Alquran-Sunnah). Sedangkan untuk menjadi pribadi yang buruk akhlaknya, mereka tumbuh tanpa mengikuti aturan-aturan yang Allah buat melalui Alquran dan sunnah nabiNya. Di akhir pembahasan ini, saya mengajak kita semua saudara-saudariku, mari kita tentukan arah hidup kita, jadilah orang yang bernilai tinggi di sisi Allah dan makhluknya. Agar berkumpul dengan orang-orang sholih di surga kelak. Aamiin.

(Deni bin Mu'min)_

Implementasi Rukun Iman



 


Rukun iman yang kita pahami ketika masih kecil dahulu adalah sebuah urutan dari mulai percaya kepada Allah, percaya Malaikat, percaya kitab Allah, dst. Namun sesungguhnya rukun iman itu bukan hanya sebuah urutan kepercayaan semata, tapi juga sebuah konsep hidup yang gambarannya seperti yang saya tampilkan dalam bagan di atas.
Dimana mengimani Allah artinya kita yakin dengan adanya Allah yang Maha Esa, Maha Kuasa, Maha Pencipta, Maha Bijaksana, Maha Segalanya, dan kita menyembahNya serta berupaya untuk melaksanakan aturan hidup yang dibuatNya demi berjumpa denganNya yang menjadi cita-cita tertinggi kita.
Kemudian beriman kepada Malaikat-malaikat Allah artinya kita memfungsikan malaikat sebagai makhluk Allah yang membuat kita stabil dan meningkatnya amal sholih. Contoh; kita percaya adanya malaikat Rokib dan Atid yang mencatat amal baik dan buruk kita, maka sebab dari percaya itulah kita menjadi stabil dalam berbuat baik dan sabil dalam menghindari amal buruk. Percaya dengan adanya malaikat Izroil membuat kita stabil dalam mengejar dunia dan tidak menjadi berlebihan terhadap dunia ini, karena kita yakin bahwa ajal akan menjumpai kita dengan diutusnya malaikat Izroil itu kepada kita.
     Kemudian percaya kepada Kitab-kitab Allah artinya kita menggunakan kitab Allah tersebut sebagai pedoman kita dalam beramal melaksanakan segala perintahnya dan menjauhi segala larangannya, juga menjadi pedoman mental kita ketika menghadapi berbagai macam ujian perasaan yang mendera kehidupan kita. Contoh; di dalam kitab Allah (Al-qur’an) ini ada pedoman dalam membagi harta warisan, pedoman dalam kehidupan suami-istri, dll. Kemudian ada juga pedoman agar kita tidak bersedih, agar kita memiliki mental yang kuat dan gigih dalam menggapai cita-cita, menempatkan rasa takut yang benar, dll.
          Selanjutnya beriman kepada Nabi dan Rasul, artinya kita meneladani perilaku dan akhlak beliau serta mengikuti mental beliau ketika kita berhadapan dengan ujian yang sama dengan ujian para Nabi. Contoh; jika kita diuji dengan ayah yang menentang dakwah kita, maka kita mencontoh nabi Ibrahim. Jika kita diuji dengan belum memiliki anak, kita mencontoh nabi Zakaria, dst.
      Beranjak ke rukun iman ke-5, percaya dengan adanya hari akhir (kiamat). Beriman dengan adanya hari akhir akan membuat kita termotivasi untuk lebih banyak dan lebih baik lagi dalam beramal sholih dan juga termotivasi untuk mengurangi serta meninggalkan amal buruk/dosa-dosa. Karena kita yakin bahwa nanti di hari kiamat akan ada penimbangan dan perhitungan amal, yang lebih banyak amal baiknya maka kita masuk surga, dan yang lebih banyak amal buruknya akan masuk neraka. Dengan meyakini adanya surge dan neraka di hari akhir itu juga menguatkan motivasi kita dalam beramal.
           Terakhir, beriman kepada takdir. Takdir baik dan buruk itu sudah ditetapkan oleh Allah. Takdir ada yang bisa diubah dan ada yang tidak. Yang bisa diubah contohnya adalah keadaan hidup seperti miskin dan kaya, dan yang tidak bisa diubah contohnya adalah jenis kelamin kita, orang tua kandung yang melahirkan kita, dll. Dengan beriman kepada takdir, mental kita akan tetap stabil apabila di tengah usaha kita misalnya kita mengalami kegagalan. Mental kita akan tetap stabil apabila pernikahan yang sudah kita rencanakan jauh-jauh hari ternyata dibatalkan. Mental akan tetap stabil dalam artian hati kita tetap ridho kepada ketentuan yang Allah berikan kepada kita. Kita yakin bahwa apapun yang kita alami, jika kita termasuk orang yang beriman kepada takdir maka urusan apapun itu akan menjadi kebaikan. Diuji dengan kekurangan/kehilangan maka akan bermental sabar, diuji dengan kelebihan dan ni’matan akan bermental pandai bersyukur.

(Deni bin Mu'min)_

Sahabatku