Saudaraku, ketika kita baru terlahir ke dunia,
kita adalah makhluk suci tanpa noda, persis seperti selembar kertas putih tanpa
setitikpun tinta. Seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan, otak dan hati
kitapun mulai terisi dengan hal-hal yang positif maupuun yang negatif. Di masa
itu kita mulai mengenal dan membedakan antara benar dan salah, baik dan buruk,
bermanfaat dan mudhorot, dsb. Dan selanjutnya ketika kita mulai baligh, di masa
itulah kita menentukan sikap; ingin kita bawa ke mana arah hidup kita, ingin
kita warnai dengan tinta apa kertas putih kita. Dalam artian lain, ingin ke
arah kebaikan atau ke arah keburukan yang kita pilih, ingin kita sibukkan dalam
ketaatan atau kemaksiatan sisa usia kita.
Jika
kita memilih untuk menjadi orang yang berpijak di jalan yang benar, melakukan
banyak kebaikan dan kebermanfaatan untuk orang lain, menjadi pribadi yang
bernilai di sisi Allah dan di sisi makhluknya. maka itu artinya kita memilih
kertas putih itu dicetak menjadi uang
dan kertas putih itu kini menjadi bernilai tinggi, disukai orang banyak, dan
bermanfaat untuk alat tukar/jual-beli. Berkumpulnyapun selalu dengan uang-uang
yang lainnya di dompet, mesin ATM, ataupun di bank, di tempat yang aman.
Sebagaimana berkumpulnya orang baik selalu bersama orang baik pula, ada yang
berkumpul dengan orang yang tingkat kebaikannya sederajat, lebih rendah, dan
adapula yang lebih tinggi. Sebagaimana di dompet kadang-kadang uang 50.000
berkumpul dengan sesama 50.000, ada juga 20.000 dan 100.000. tetapi ketika
sudah masuk mesin ATM atau bank, maka berkumpulnya menjadi sama-sama
senilai/sederajat. Orang-orang seperti ini insya Allah nanti ketika wafatnyapun
di akhirat akan berkumpul di surga di tingkatan surga yang tingkat amal
sholihnya sederajat/sama.
Sedangkan jika kita memilih untuk
melakukan banyak kemaksiatan, terbiasa berkata/berperilaku buruk dan keji. Maka
itu artinya kita memilih kertas putih itu kita corat-coret dengan tulisan-tulisan
atau garis-garis tak bermakna, kertas itu dianggap sampah dan harus dibuang,
bahkan harus dibakar, terinjak-injak tidak ada orang yang mau peduli, apalagi
untuk menyimpannya atau memelihara kertas tak berharga itu. Kertas-kertas tak
berharga itu pasti berkumpulnya adalah di tempat-tempat sampah, di jalanan
kotor, dan pojok-pojok barang bekas lainnya. Ibarat orang yang buruk moral dan
perilakunya tadi, mereka pasti akan berkumpul di tempat-tempat maksiat, tempat
mesum, dan tempat nongkrong yang jauh dari nilai-nilai kebersihan apalagi
keindahan. Kertas-kertas tak bernilai itu kalaupun masih selamat tidak dibakar
menjadi abu, mereka masih bisa dibah menjadi berharga, itupun harus melalui
proses daur ulang yang benar. Proses pendaur ulangan tersebut diibaratkan sebagai
LP (Lembaga Permasyarakatan) atau tempat rehabilitasi, di mana orang-orang yang
telah “didaur ulang” di sana diharapkan menjadi pribadi yang bisa bermanfaat
untuk masyarakat dan memiliki nilai jual. Tapi apabila kertas-kertas itu terlanjur
sudah dibakar, maka merekapu berakhir menjadi abu dan akan bertumpuk dengan
abu-abu lainnya. Apabila orang-orang yang berperilaku buruk itu sudah terlanjur
wafat sebelum bertaubat, maka pastilah mereka akan dibakar juga di api neraka
bersama orang-orang yang buruk lainnya, termasuk bersama uang palsu juga, alias
orang yang keimanan atau amal kebaikannya ketika di dunia itu palsu, beribadah
dan beramal sholih tidak murni untuk Allah.
Mengenai kertas corat-coret dan uang
palsu, ternyata uang palsu itu lebih bahaya daripada kertas corat-coret. Uang
palsu itu menipu orang-orang yang tidak tahu agar barangnya dibeli, sungguh
lebih merugikan orang lain daripada kertas corat-coret yang tidak bisa menipu
untuk membeli barang itu. Maka dari itu di akhirat kelak orang-orang yang
munafik itu tempatnya adalah di keraknya neraka (neraka yang paling dalam).
Karena mereka mengaku beriman padahal imannya itu palsu, hatinya itu
sesungguhnya benci kepada kebenaran dan ingin merusak Islam dari dalam, dengan
cara yang tersembunyi. Sedikit sekali orang yang bisa mengenalinya, mereka
berlindung di bawah khusnuzhon orang-orang Islam lainnya, tidak ada yang dapat
mengenalinya kecuali orang-orang yang diberi ilmu tentang itu. Sebagaimana
orang yang bisa mengetahui uang palsu hanyalah orang-orang yang diberi edukasi
tentang uang palsu itu.
Satu lagi perbedaan antara kertas yang
menjadi uang dan kertas yang menjadi sampah corat-coret. Uang ketika ia
terjatuh dan terinjak-injak, masih akan ada yang mengambilnya dan menyelamatkannya
dan kemudian disimpan di dompet lagi. Bahkan jika uang itu tersobek, orangpun masih
mau untuk merekatkannya kembali dengan lem/solasi. Tetapi jika kertas
corat-coret yang tidak berharga itu jatuh dan terinjak-injak, tidak ada yang
mau mempedulikannya, dibiarkannya tetap terinjak-injak. Kalaupun ada yang
peduli untuk memungutnya, ia pasti meletakannya di tempat sampah. Kalaupun ia
robek, tidak ada satupun orang yang mau menyambung sobekannya itu, malang sekali.
Artinya, jika kita menjadi pribadi yang berakhlak baik, sholih, dan bernilai di
sisi Allah. Maka ketika kita sedang dalam keadaan terjatuh/terpuruk, tertindas,
dan terluka, akan banyak orang yang masih mau peduli dengan kita dan menyelamatkan
kita. Namun jika sebaliknya, kita menjadi pribadi yang buruk akhlaknya, bejat,
kejam, dan dimurkai Allah. Maka ketika kita sedang dalam keadaan
terjatuh/terpuruk, sakit, menderita, tidak akan ada orang yang mau peduli, yang
ada malah mereka gembira dan bersyukur dengan keterpurukan kita, na’udzubillahi
min dzalik.
Untuk mencetak kertas menjadi selembar
uang itu perlu menggunakan sistematika mesin, perlu desain, perlu
aturan-aturan. Sedangkan untuk mencorat-coret kertas menjadi sampah yang tidak
berguna tidaklah perlu desain, tidak perlu mesin, dan tak perlu menggunakan
aturan-aturan. Artinya, untuk mencetak diri menjadi pribadi yang sholih,
beriman dan bertakwa itu perlu aturan (dari Alquran-Sunnah). Sedangkan untuk
menjadi pribadi yang buruk akhlaknya, mereka tumbuh tanpa mengikuti
aturan-aturan yang Allah buat melalui Alquran dan sunnah nabiNya. Di akhir
pembahasan ini, saya mengajak kita semua saudara-saudariku, mari kita tentukan
arah hidup kita, jadilah orang yang bernilai tinggi di sisi Allah dan
makhluknya. Agar berkumpul dengan orang-orang sholih di surga kelak. Aamiin.
(Deni bin Mu'min)_
Tidak ada komentar:
Posting Komentar