Amarah atau yang sering kita sebut marah adalah
suatu emosi negatif yang timbul akibat dari tidak menerimanya hati kita
terhadap sesuatu yang kita lihat, dengar, dan atau yang kita rasakan. Seperti
misalnya marah melihat mobil kesayangan kita dilecetkan, mendengar kabar bahwa
anak kita dizholimi, atau merasa tidak senang karena kita dihina dan
diperlakukan tidak sepantasnya oleh orang lain.
Marah itu pasti timbul ketika hal-hal yang di atas
tadi terjadi dalam hidup kita, tetapi timbulnya marah dalam emosi kita itu
dapat kita kendalikan. Jika kita sebut marah adalah suatu emosi yang negatif,
maka dengan dikendalikan amarah itu bisa berubah menjadi emosi yang positif.
Dalam definisinya, emosi adalah keadaan dan reaksi
psikologis serta fisiologis. Ada dua kata kuncinya, yaitu keadaan (fisik dan
mental) dan reaksi (fisiologis dan psikologis). Pertama, jangan sampai membuat
orang lain marah kepada kita. Karena dengan membuat orang lain marah bisa jadi
emosi kita juga akan terpancing untuk marah juga. Ini adalah cara terbaik dalam
mengendalikan amarah. Karena mengendalikan emosi itu dapat diartikan juga menjaga
agar keadaan emosi kita berada tetap dalam jalur yang benar/positif. Kita harus
menyesuaikan keadaan fisik dan mental kita dengan orang lain jika kita berada
bersama mereka dalam intensitas waktu yang cukup lama. Karena dengan begitu
kita sedang mengusahakan agar orang lain tidak marah dengan aktivitas yang
sedang kita lakukan. Dengan menyamakan keadaan itu, berarti kita sedang dalam
frekwensi yang sama dengan orang-orang di sekitar kita. Berarti juga kita
sedang berempati dan simpati. Misalnya, jika kita dalam keadaan lapar di
pengungsian bersama-sama pengungsi yang lain. Maka ketika kita mendapatkan
sebungkus nasi, alangkah baiknya jika kita sama-sama berbagi, paling tidak
dibagi dua atau dibagi dengan orang yang paling lapar di pengungsian itu, atau
kepada orang yang pernah berjasa besar untuk hidup kita.
Pengendalian emosi untuk mengatasi amarah dengan
cara kedua juga masih dari turunan kata kunci di atas, yaitu jangan sampai diri
kita membenci Allah. Artinya reaksikan diri kita untuk sabar terhadap apa-apa
yang terjadi ketika sudah menimpa diri kita, itu adalah pengendalian yang bisa
dibilang mudah untuk dilaksanakan tetapi butuh pembiasaan. Kita bisa karena
kita terbiasa. Sabar itu bukan berdiam diri, tetapi sabar adalah menahan diri
dari apa-apa yang dilarang oleh Allah. Nah di sini marah bisa terbagi menjadi
dua, marah yang harus dipendam dan marah yang harus diluapkan. Pendam amarah
itu apabila melihat mobil kesayangan kita dilecetkan oleh anak tetangga yang
masih kecil/belum mumayyiz (belum bisa membedakan baik dan buruk, benar dan
salah, dan nilai-nilai kehidupan yang lain), karena marah terhadap anak itu
tidak ada gunanya. Lebih baik langsung saja mendatangi orangtuanya dan meminta
ganti rugi dengan pembicaraan yang baik. Contoh lain misalnya mendengar kabar
bahwa anak kita dizholimi oleh teman sekolahnya, itupun kasus yang bisa
diselesaikan dengan musyawarah bukan diselesaikan dengan amarah. Adukan permasalahan
itu kepada kepala sekolah dan orangtua siswa itu, dan beri masukan yang
bijaksana kepada anak kita agar dapat menyikapi temannya yang berbuat zholim
terhadapnya. Atau contoh terakhir misalnya kita merasa tidak senang karena kita
dihina dan diperlakukan tidak sepantasnya oleh orang lain. Membalas hinaan/celaan
dengan balik mencela dan menghina dengan penuh amarah juga bukan solusi, balaslah
hinaan itu dengan sikap dan reaksi yang baik. Kita sudah sering mendengar bahwa
jika keburukan orang lain kita balas dengan kebaikan kita kepadanya, dengan
hati yang tulus tentunya, maka hati kita yang bersih itu dapat membersihkan
hatinya juga. Itulah yang saya maksud bahwa emosi negatif yang muncul jika
dikendalikan dapat menjadi emosi positif, Insya Allah.
(Deni bin Mu'min)_
(Deni bin Mu'min)_
Tidak ada komentar:
Posting Komentar