Jumat, 04 Januari 2013

Komunikasi Jembatan Hati




Membaca mental manusia sangat berkaitan dengan komunikasi. Karena ada komunikasilah mental seseorang menjadi terbaca. Baik komunikasi yang dilakukan oleh diri kita sendiri, ataupun kita mengamati komunikasi orang lain. Komunikasi adalah jembatan hati. Kualitas komunikasi yang baik ibarat jembatan yang kokoh dan megah, sedangkan kualitas komunikasi yang buruk ibarat jembatan gantung yang labil dan rentan putus.
Bagaimana membangun jembatan hati yang kokoh dan megah itu? Bagaimana kualitas komunikasi yang baik. Baik, mari kita bahas. Paling tidak ada empat prinsip dalam membangun dan mempertahankan kualitas komunikasi yang baik.
Pertama, yang boleh “menyebrangi jembatan hati” hanyalah kata-kata yang benar, kemudian menyebrangnya dengan cara yang baik, lalu setelah sampai ke hati kata-kata itu harus bermanfaat. Jadi, ingat 3B (Baik, Benar, Bermanfaat). Sebagai ilustrasinya coba anda bayangkan, ada sebuah jembatan kayu tetapi ingin dilalui oleh truk yang beratnya mencapai 25 ton. Apakah truk itu dibenarkan untuk melewati jembatan kayu ini? Tentu saja salah kan. Bisa-bisa langsung rusak dan ambruk jembatan ini. Lalu bila saja yang melewati jembatan itu adalah sebuah kendaraan bermotor roda dua, tetapi anda lihat cara menyebrangnya itu dengan kecepatan 60km/jam. Hmm, memang sih kendaraan roda dua boleh melewati jembatan itu, tapi kalau caranya tidak baik ya akan membahayakan juga kan. Satu perumpamaan lagi, ada pengendara roda dua yang hendak menyebrang jembatan kayu itu, caranyapun sudah baik dengan sangat pelan-pelan dan hati-hati, tetapi orang itu ternyata membawa sebuah paket bom dan beberapa paket narkoba. Jika saya ditugaskan menjadi penjaga jembatan itu, atau kepala desa di seberang jembatan itu, saya akan melarang dia untuk menyebrang ke desa saya. Karena kehadirannya itu akan membawa mudhorot yang besar bagi warga desa di seberang jembatan ini.
Kedua, ada keseuaian antara kebenaran dan ketepatan waktu. Maksudnya, berbicara yang benar tetapi di waktu yang tidak tepat dapat dinilai sebuah kesalahan. Dan jika ada waktu yang tepat untuk bicara kebenaran tetapi malah tetap diam itu juga sebuah kesalahan. Ini ibarat seperti jembatan yang sempit, yang lebarnya hanya muat satu mobil roda empat. Jika ada mobil yang ingin menyebrang, ia harus tahu apakah di jembatan itu sedang ada kendaraan lain atau tidak. Jika ada kendaraan lain, maka tunggulah sampai kendaraan itu menyebrang terlebih dahulu, baru kemudian mobil itu bisa menyebrang dengan aman (di waktu yang tepat). Tetapi jika mobil itu memaksa menyebrang di waktu yang tidak tepat, maka kemungkinan yang terjadi adalah bentrokan diantara dua kendaraan itu lalu cacian dan makian timbul dari mulut kedua sopir kendaraan itu. Begitu pula dalam keadaan yang lain, jika ada waktu yang tepat untuk menyebrang tetapi mobil itu malah diam tidak menyebrang juga akan mendapat cacian dan makian dari orang-orang/kendaraan lain di belakang mobil itu yang juga ingin menyebrang. Dan itu adalah sebuah kesalahan juga. Pahamilah baik-baik prinsip kedua ini.
Ketiga, hindarilah miskomunikasi. Strategi yang belum disepakati akan memicu miskomunikasi dan berjalan sesuai kemauan sendiri-sendiri. Akibatnya, jika proyeknya besar maka akan timbul kerugian yang besar juga akibat miskomunikasi ini. Ada sebuah analogi yang tepat untuk menggambarkan prinsip ketiga ini yang diambil dari ksiah nyata. Di sebuah kolong tol jalur Bekasi-Cibitung ada terowongan yang menjadi jalan alternatif para warga yang hendak menuju ke kota. Sama seperti kasus sebelumnya, terowongan ini hanya selebar mobil/kendaraan roda empat. Karena terowongan ini ada di jalur tikungan, maka di mulut terowongan itu ada dua tukang parkir yang mengatur pergantian keluar masuknya mobil dari terowongan tersebut. Suatukali, saya pernah menemukan terjadinya miskomunikasi antara kedua tukang parkir itu, sehingga kedua mobil dari arah yang berlawanan itu sama-sama masuk ke dalam terowongan. Kalau sudah begitu, yang ribut bukan hanya supir kedua mobil tersebut, tetapi juga kedua tukang parkir dan para pengendara motor yang juga mengikuti kedua mobil yang masuk ke dalam terowongan itu. Akhirnya jalan damaipun diambil, salah satu mobil dan para pengendara motor yang terdekat dari mulut terowongan mengalah untuk mundur. Tetapi inipun mengalami kesulitan karena selain tikungan, jalur menuju terowongan ini juga merupakan turunan cukup curam. Itulah akibat dari miskomunikasi, karena belum merencanakan strategi atau karena strategi yang dipakai belum sama-sama disepakati, sehingga mereka berjalan semaunya sendiri. Padahal bisa jadi tujuannya sama, yaitu sama-sama ingin menertibkan lalu lalang mobil dan motor yang melalui terowongan tersebut.
Keempat, rawatlah “jembatan hati” dan cegahlah dari “faktor kanan-kiri.” Maksudnya, selain kita mempertahankan jembatan hati yang sudah baik, sebaiknya kita juga mencegah dari hal-hal yang dapat merusak jembatan hati itu. Karena yang dapat merusak jembatan bukan hanya disebabkan oleh yang datang dari pangkal dan ujung jembatan saja, tetapi juga dari sisi kanan dan kiri jembatan. Pernah anda lihat jembatan yang runtuh karena terseret aliran banjir di sungai yang meluap? Ya, itulah bukti nyatanya. Dalam kehidupan sehari-hari, selain kita menjaga hubungan komuniikasi yang baik dengan lawan bicara, kita juga perlu membuat baik suasana di sekitar lingkungan lawan bicara kita. Serangan perusak jembatan hati yang datang dari kanan dan kiri itu dapat berupa fitnahan, tuduhan, ghibah, dll. Maka untuk menghindari rusaknya hubungan jembatan hati itu, perlu diperbaiki pula faktor-faktor kanan-kiri tersebut. Cara memperbaikinya tidak lain dan tidak bukan adalah dengan membersihkan hati dari sampah-sampah akhlak yang ada di hati mereka. Sebagaimana banjir di sungai yang diakibatkan karena menumpuk dan mengendapnya sampah-sampah, maka solusi nyata yang paling efektif untuk ini adalah dengan membersihkan dan mengeruk sampah-sampah tersebut.

(Deni bin Mu'min)_

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sahabatku