Poin ini ditulis bukan agar kita menjadi salah
paham, melainkan agar kita dapat menghindari dan terhindar dari salah paham. Ada
lima penyebab salah paham, supaya mudah diingat saya menganalogikannya seperti
lima jari tangan kita ini.
1)
Jempol –Egois-
2)
Telunjuk –Takut-
3)
Jari tengah –Sombong-
4)
Jari manis –Dengki-
5)
Kelingking –Bodoh-
Baik,
mari kita jabarkan penjelasannya. Pertama, yang menyebabkan kita salah paham
adalah egois. Kita tau bahwa jempol merupakan jari yang paling banyak perannya
dibanding dengan jari-jari yang lainnya. Dia merupakan satu-satunya jari yang
dapat menyentuh keempat jari yang lainnya dari pangkal hingga ujung. Dia sangat
dominan dan sangat diandalkan dalam hampir semua pekerjaan tangan. Tetapi
jangan mentang-mentang jempol itu paling dominan dan sangat diandalkan, jempol
tidak pantas bersikap egois. Karena pada dasarnya kinerja jempol itu juga
dibantu dan disokong oleh keempat jari lainnya. bayangkan jika kita harus
memegang pulpen hanya dengan jempol saja, apakah bisa? Tentu saja tdak. Maka
dari itu agar tidak terjadi salah paham, si jempol tidak boleh egois dan jari-jari
yang lain harus memaklumi dan menghargai bahwa memang jempol adalah jari yang
sangat dominan dan diandalkan.
Jika ada
orang yang sangat dominan, sering diandalkan, mempunyai banyak keahlian, orang
itu ibarat jempol dan maka sebaiknya kita bersikap seperti keempat jari yang
lainnya terhadap jempol. Kita tidak perlu menganggap dia egois, karena memang
sebenarnya dia mempunyai keahlian yang tidak bisa kita lakukan, dia mempunyai
kebutuhan yang berbeda dengan kebutuhan kita, dia mempunyai peranan yang belum
tentu kita mampu memerankannya dengan baik. Kita harus menghargai dan
menghormatinya. Dan orang yang dominan seperti jempolpun harus ingat bahwa dia
membutuhkan orang lain, jadi tidak perlu egois dan tidak perlu salah paham.
Karena kita saling menghormati, saling menghargai, dan saling membutuhkan.
Kedua,
yang membuat kita salah paham selanjutnya adalah rasa takut. Ya bisa itu takut
untuk bertanya, takut untuk mengkonfirmasi, takut untuk menjelaskan, dan
takut-takut lain yang padahal itu tidak perlu ditakuti. Analoginya seperti jari
telunjuk. Jika kita diminta untuk menunjuk orang yang melakukan kesalahan
tetapi tidak kita lakukan, jari telunjuk yang seharusnya berperan saat itu
malah tidak melakukan peranannya karena ketakutan, maka siap-siaplah terjadi
salah paham diantara keempat jari yang lainnya. Seperti itulah rasa takut yang
menyebabkan salah paham. Banyak sekali orang yang takut bertanya sehingga dia
menjadi pura-pura paham. Banyak juga orang yang takut menjelaskan sesuatu yang
benar karena beralasan menjaga keharmonisan hubungan pertemanan. Sehingga
temannya tidak memahami bahwa perbuatannya salah. Dan banyak lagi ketakutan
yang membuat salah paham. Jadi intinya kita tidak boleh takut jika memang kita
sudah saatnya melakukan sesuatu yang benar.
Ketiga, jangan
sombong seperti jari tengah. Sombong itu menolak kebenaran dan merendahkan
orang lain. Kalau jari tengah itu sombong karena mentang-mentang menjadi jari
yang paling tinggi, tetapi dia lupa bahwa jari yang paling banyak peranannya
adalah jempol, bukan dia si jari tengah.
Orang
yang sombong akan sulit menerima pemahaman, dan sangat mudah untuk salah paham.
Misalnya ada seorang guru yang sombong, muridnya yang dulu lugu dan polos kini
sudah mulai mengembangkan diri dan mempunyai sebuah karya tulis yang ia jadikan
buku. Ketika ia berkunjung ke rumah gurunya yang sedang memiliki masalah itu,
sang murid mencoba memberikan masukan kepada gurunya. Akan tetapi baru saja
beberapa kalimat yang keluar sudah dipotong dengan bantahan “iya saya juga udah
tau. Saya sudah mengalaminya, sedangkan kamu baru teori. Teori belum tentu sama
dengan prakteknya.” Maka si murid ketika dibegitukan ia tak melanjutkan
kalimat-kalimatnya lagi. Karena sang gurunya itu bersifat sombong, merendahkan
orang lain, karena mentang-mentang dia adalah gurunya yang mengajarkan si murid
ini dan itu sejak berusia remaja. Maka akibatnya sang guru jadi salah memahami
muridnya, salah memahami masalahnya dan tidak mendapat masukan yang padahal
masukan dari muridnya itu adalah solusi yang Allah tawarkan kepadanya.
Keempat,
jangan dengki. Coba lihat si jari manis! Ia dinamakan jari manis apakah itu
berarti jari-jari yang lain pahit? Dan mengapa ketika seseorang ingin memakai
cincin emas, jari manislah yang mendapat keberuntungan dihiasi cincin emas itu.
Kalau misalnya keempat jari yang lain tidak berusaha memahami dengan hati yang
lapang, maka sifat dengki itu akan muncul dari keempat jari yang lain. Dan
salah paham akan terjadi di antara mereka. Atau jika suatu hari ada cincin yang
terpasang di jari tengah atau telunjuk, maka jari manis yang biasanya
mendapatkan cincin itu sangat berpotensi untuk dengki kepada telunjuk dan jari
tengah.
Orang
yang dengki kepada orang lain akan mengakibatkan perasaan benci. Sehingga
apapun yang orang lain lakukan, di alam fikirannya hanyalah tergambar
kenegatifan tentang orang itu. Itu menyebabkan kesalahfamahan yang dahsyat, karena
bisa jadi pendengki itu akan menyebarkan fahamnya yang salah itu kepada orang
yang belum tahu apa-apa tentang orang yang didengki. Jangan dengki, bukalah
hati dan pikiran kita untuk berempati dan memahami lebih dekat lagi.
Kelima,
jangan jadi orang yang bodoh. Ibarat jari kelingking, dia adalah jari yang
paling kecil, paling lemah dan yang paling jarang digunakan dalam kegiatan
manusia sehari-hari. Tapi meskipun begitu, si kelingking tetap mempunyai peran
dan membantu keempat jari yang lainnya dalam beraktifitas.
Ya,
orang yang bodoh memang agak sulit untuk dapat langsung memahami dengan baik
apa yang ia tangkap. Ia juga kurang pandai dalam mengungkapkan isi hati dan
pikirannya. Karena ia memiliki akal yang lemah, maka wajar apabila sering
sekali ia salah paham atau belum paham sama sekali, dan ia juga sulit untuk
memberikan pemahamannya kepada orang lain. Jadi bodoh itu ada dua kriteria,
yaitu bodoh dalam menangkap maksud
dan bodoh dalam menyampaikan maksud.
Karena memang ia akalnya lemah. Dan kita yang tidak bodoh, tetap berakhlak baik
kepadanya. Karena biar bagaimanapun juga kita sesekali memanfaatkan dan
membutuhkan bantuan darinya.
Semoga
kita tidak menjadi orang yang salah paham dan tidak disalah pahami oleh orang
lain, lakukanlah saran singkat berikut ini: Bagi orang tipe si jempol
(pendominasi di kelompok sosialnya), perbanyaklah dialog bukan monolog, karena
banyak inisiatif hampir sama dengan cari muka. Bagi orang tipe si telunjuk
(penakut saat bertanya atau menyampaikan kebenaran), perbanyaklah diskusi bukan
rendah diri, karena tidak enak hati hampir sama dengan tidak peduli. Bagi orang
tipe jari tengah (menyombongkan diri kepada orang yang di atas atau di
bawahnya), perbanyaklah empati bukan diskriminasi, karena orang besar itu tidak
bisa diperoleh dengan cara mengecilkan orang lain. Bagi orang tipe jari manis
(subjek dan objek kedengkian), perbanyaklah bersyukur bukan kufur, karena
membahagiakan diri sendiri tidak boleh dengan cara menyengsarakan orang lain.
Dan bagi orang tipe jari kelingking (bodoh dalam menangkap dan mengungkapkan
maksud dari dan kepada orang lain), perbanyaklah membaca bukan menyangka,
karena mengetahui itu tidak sama dengan pura-pura tahu.
(Deni bin Mu'min)_