“Engkau
tidak perlu mengubah sudut pandangnya, tapi cukup berilah ia alat bantu
penglihatan”
Perdebatan,
perbedaan pendapat, perselisihan kadang terjadi dalam kehidupan berumahtangga.
Anda berdua saling merasa yang paling benar. Tidak! Pasti salahsatu diantara Anda
ada yang salah. Karena kebenaran itu tidak akan berbentrokan dengan kebenaran.
Yang haq pasti akan didukung dengan yang haq. Dan yang yaq pasti akan
berbentrokan dengan yang bathil. Kalau boleh saya meneruskan kalimat di atas,
kalimat itu akan menjadi ”Engkau tidak perlu mengubah sudut pandangnya, tapi
cukup berilah ia alat bantu penglihatan agar ia dapat melihat kebenaran. Karena
kebenaran itu akan tetap menjadi kebenaran meski dilihat dari sudut pandang
manapun.” Lantas apakah patokan atau
acuan kebenaran itu? Ya, kembali pada prinsip awal kita berumahtangga,
kebenaran yang hakiki adalah dari Allah, kebenaran yang mutlak adalah alquran
dan sunnah.
Anda merasa
berada di pihak yang benar, sedangkan pasangan Anda di pihak yang salah, namun
pasangan Anda ngotot dan keras kepala pada kesalahan itu. Anda jangan
ikut-ikutan ngotot, jika Anda beradu pendapatpun harus hati-hati. Jika
diibaratkan dia keras seperti batu maka Anda jangan menjadi batu juga, tetapi jadilah malam/lilin. Sehingga jika batu
dan malam beradu, malam dapat menyatu dengan batu itu dan menyelimutinya.
Bayangkan jika batu beradu dengan batu? Pastilah Anda berdua akan hancur,
rumahtangga akan berantakan. Mari saya artikan analogi tersebut, jika pasangan Anda
bersikeras dengan pendapatnya yang salah itu, maka Anda sebaiknya bersikap
lembut sambil memberikannya “alat bantu penglihatan” agar ia dapat melihat
kebenaran. Lalu Andapun dapat menyatu dengannya, dan Anda dapat menyelimuti/menguasai
hatinya agar menjadi luluh dan mau menerima kebenaran itu. Bicaralah dari hati
ke hati, karena segala sesuatu yang datang dari hati akan sampai ke hati.
Misalnya, istri Anda
tetap kekeh ingin pindah ke tempat tinggal baru atau kontrakan dan pisah rumah
dengan mertua dengan alasan ingin mandiri atau apalah yang lainnya. Sedangkan Anda
ingin tetap bersama ibu Anda dan mengurusi masa tuanya. Padahal ibu Anda saat
ini sangat mengandalkan Anda, kakak-kakak Anda sudah sibuk dengan pekerjaannya,
adik-adik Anda masih kecil dan belum becus mengurus dirinya sendiri. Anda harus
menentukan apakah ingin menuruti keinginan istri atau ibu Anda. Karena dalam
prinsip rumahtangga islam panduannya adalah alquran dan sunnah, maka tentu Anda
sudah dapat menjawabnya sendiri, ibulah yang harus Anda utamakan. Karena surga
dibawah telapak kaki ibu, dan bakti utama Anda adalah kepada ibu, bukan kepada
istri. Maka dalam kasus seperti ini, bicarakanlah dengan istri Anda dengan hati
yang lembut, sampaikanlah kebenaran dengan cara yang baik. Bimbinglah akal dan
hatinya agar ia memahami kebenaran itu, katakan padanya bahwa “suatu saat kelak
kamu juga akan tua, jika aku sudah tiada, tentu kamu sangat membutuhkan
anak-anakmu disisimu, mengurusi masa tuamu, dan menghibur hari-harimu. Saat ini
ibu mengandalkan aku, karena kakak sedang begini-begini, adik masih
begitu-begitu, bersabarlah dan seterusnya dan seterusnya.” Insya Allah dengan
bersikap lembut seperti itu, hatinya akan mampu Anda selimuti, dan iapun mau
menerima yang haq ini dengan hati yang lapang.
(Deni bin Mu'min)_
Tidak ada komentar:
Posting Komentar