1. Menikah
itu untuk apa sih?
Menikah itu untuk dua
hal, yaitu untuk memenuhi kebutuhan biologis dan memenuhi kebutuhan psikologis.
Karena Allah telah memberi tahu bahwa menikah itu dapat menundukkan (syahwat)
pandangan dan menjaga (syahwat) kemaluan dari yang haram, selain itu Allah juga
memberi tahu bahwa menikah juga dapat menentramkan hati kita dengan adanya
seorang pendamping hidup.
2. Bolehkah
saya menikah karena nafsu syahwat?
Sangat boleh. Cobalah
simak kembali dari apa yang telah saya uraikan di atas, menikah itu untuk
menyalurkan 2 kebutuhan biologis dan 1 kebutuhan psikologis. 2
kebutuhan biologis yaitu.. untuk dapat memandang yang halal dan untuk menjaga
kemaluan dari yang haram, sedangkan 1 kebutuhan psikologis yaitu..
untuk menentramkan hati. Maka menikah dengan tujuan untuk menyalurkan kebutuhan
biologis itu tak apa-apa.
Coba bayangkan, untuk
kebutuhan psikologis (mendapatkan ketentraman hati) itu dapat dialihkan dengan
hal lain seperti curhat pada sahabat, pada ortu, bermain, silaturahim, membaca
buku, jalan-jalan, dll. Sedangkan untuk kebutuhan biologis, kemana anda
menyalurkannya kalau bukan dengan menikah? Nah, tentu untuk mendapatkan orang
yang halal dipandang dan halal untuk disetubuhi adalah dengan menikah. Bukan
dengan pacaran!
Rosulullah aja tidak
melarang seorang laki-laki menikahi wanita karena (tertarik dengan)
kecantikannya, tapi Rosulullah menyarankan agar kita menikahi wanita karena
(bagusnya kualitas) agamanya yang diprioritaskan. Dan memang dalam cinta itu
harus ada nafsu kepada lawan jenis, jika tidak ada nafsu dan gairah terhadap
lawan jenis malah haram hukumnya apabila ia menikah.
dan tahukah engkau,
berawal dari memenuhi kebutuhan biologis itu maka kebutuhan psikologis juga
secara otomatis kau dapati. karena memandang pasanganmu itu menyejukkan hati
dan hubungan intim pasutri itu mendapatkan kepuasan hati. Semua itu berujung
pada pemenuhan kebutuhan psikologis (ketentraman hati).
3. Saya
masih muda, apakah saya tidak boleh membahagiakan ortu dulu sebelum saya
menikah?
Membahagiakan ortu itu
tidak terbatasi oleh waktu. Sebelum maupun setelah engkau menikah,
membahagiakan ortu itu harus selalu. Jika engkau laki-laki, maka surgamu tetap
ada di bawah telapak kaki ibu, maka berbaktilah padanya selalu. Jika engkau
wanita, hartamu yang kau peroleh sendiri (bukan dari kerja keras suami) adalah
milikmu sepenuhnya, engkau boleh memberikan seluruh penghasilanmu kepada ortumu
meskipun engkau sudah menikah. Malah engkau wanita lebih enak karena biaya
hidupmu sudah dalam tanggungan suami.
4. Siapakah
orang yang dikatakan sudah mampu untuk menikah?
Yaitu orang yang sudah
bisa berdiri di atas kakinya sendri, sudah bisa menopang kebutuhan pokoknya
sendiri, sudah tidak bergantung lagi dari penghasilan ortu atau orang lain.
5. Lantas,
bagaimana dengan puasa sunah bagi yang belum mampu?
Puasa sunah memang
anjuran Rosulullah untuk pemuda yang belum mampu untuk menikah. Namun, tentu
puasa setiap hari sepanjang tahun pun tidak dibolehkan juga. Apakah engkau
tetap dapat menjaga nafsu syahwatmu ketika di malam hari dan ketika di
hari-hari sedang tidak shoum? Jika memang bisa, bersyukurlah. Tapi jika terasa
sudah tidak bisa, maka segera menikahlah. Itu lebih menyelamatkanmu.
Segera itu berbeda
dengan terburu-buru lho.. mau tau bedanya? Segera itu dilakukan jika memang
saatnya sudah tiba. Terburu-buru itu dilakukan akibat dari menunda-nunda. Jika
ada orang yang mengatakan “nikah jangan terburu nafsu lah.. sabar aja 2 tahun
lagi..“ sebenarnya ia belum mengerti tentang makna terburu-buru dan bersegera.
6. Tapi
aku masih miskin dan tidak punya apa-apa, apakah tetap boleh menikah?
Yang miskin bukanlah
engkau, melainkan orangtuamu. Engkau adalah pemuda sehat, segar bugar dan
cerdas, engkau pasti bisa memberdayakan itu semua agar dapat berdiri di kaki
sendiri. Sementara engkau mengumpulkan cukup harta untuk menikah meskipun
sederhana, berpuasalah dan tambahkanlah ilmumu tentang berumah tangga dalam
Islam.
7. Mengapa
sih ada orang yang bisa bertahan sampai usia cukup matang tapi belum mau
menikah juga? Mengapa tidak menyegerakan menikah, kan sudah hampir tua?
Syahwat manusia
terbagi menjadi tiga: ada yang tinggi/kuat syahwatnya, ada yang sedang-sedang
saja, dan ada yang lemah syahwatnya. Nah mungkin orang yang menunda
pernikahannya sampai di usia cukup tua itu diantara sedang-sedang saja
syahwatnya atau lemah syahwatnya, atau bisa jadi juga sebenarnya ia tinggi
syahwatnya namun ia selalu menyalurkannya dengan jalan yang haram, dan bisa
jadi ia telah nyaman dengan yang haram itu.
Selain faktor syahwat,
bisa jadi juga ia sebenarnya ingin menikah dari dulu, tapi belum ada orang yang
cocok dengan hatinya atau terlalu pilih-pilih dalam mencari jodoh, atau ia
merasa khawatir dengan keadaan-keadaan pasca menikah, sehingga ia mempersiapkan
segalanya agar kekhawatirannya itu tidak ia jumpai setelah menikah. Seperti
mempersiapkan ekonomi yang mapan misalnya. Padahal jika ia tahu, Allah telah
menjanjikan kekayaan bagi yang menikah dalam keadaan miskin.
8. Jika
saya masih kuliah, apakah menikah tidak mengganggu kuliah saya?
Kuliah atau menuntut
ilmu itu adalah ibadah wajib yang waktu pelaksanaannya sepanjang hayat, tidak
terpatok usia sekian atau sekian harus sarjana, harus magister, harus doktor.
Itu hanyalah tipuan setan agar engkau tetap menikmati hubungan dengan lawan
jenis sambil menanti lulus kuliah baru menikah. Sementara dalam hubungan itu
hakikatnya engkau mendekati zina. Berlindunglah pada Allah dari hal demikian.
Kalaupun engkau menikah dan dapat mengatur waktu, itu malah lebih baik. Jika
pasanganmu juga teman kuliahmu, itu malah lebih romantis untuk mengerjakan
tugas kampus bersama-sama. Yang penting prinsip utama setelah engkau menikah
adalah saling memenuhi hak dan menjalankan kewajiban sebagai suami-istri.
9. Usiaku
masih terlalu muda untuk menikah, dan rasanya belum siap untuk memikul
tanggungjawab sebagai istri/suami.. tapi aku suka sama dia. Bagaimana ini?
Seseorang boleh
menikah itu tidak dipatok oleh usia. Jika seseorang telah “baligh”, maka
berapapun usianya, ia berhak menikah. Lihatlah contoh Aisyah yang dinikahi
Rosulullah di usia muda belia. Lalu.. hukum menikah bukan hanya wajib, bisa
juga hukumnya sunnah, mubah, makruh, dan haram. Jika engkau merasa bisa menjaga
batasan-batasan pergaulan dan tidak akan jatuh kepada lembah perzinahan, dan
lingkunganmu cukup baik dan kondusif dari kemaksiatan, maka engkau masih
berstatus sunnah untuk menikah. Tapi menikah itu lebih utama bagimu. Engkau
menaruh rasa suka padanya, itu adalah fitrahmu sebagai manusia. Maka biarkan
rasa suka itu menjadi penggerak/motivasi untuk lebih mencintai Allah dan agar
mendapatkan cinta orang yang kau sukai itu.
Tapi jika engkau
menyukai dia, sedangkan dia telah serius untuk mengajakmu menikah, engkau
beralasan belum siap karena ini dan itu, maka ini lain ceritanya. Coba engkau
renungi ini,, jodoh, ajal, rizki, takdir baik dan buruk, keempat hal itu telah
tertulis di lauhul mahfuz. Apakah engkau pantas menolak datangnya ajalmu karena
belum siap mati? Apakah engkau pantas menolak hartamu kebakaran seluruhnya
karena engkau belum siap miskin? Apakah engkau pantas menolak musibah yang kau
alami karena belum siap kecelakaan? Nah, begitu pula dengan jodoh, meskipun
engkau mengaku belum siap, sesungguhnya engkau juga tidak pantas menolaknya
jika ia sudah datang dengan niat baik untuk mengajak ke pernikahan. Sebagaimana
engkau tak pantas menolak kedatangan malaikat maut yang memintamu kembali
kepada Allah. Mengenai tanggungjawab sebagai istri/suami, itu bisa engkau
pelajari sambil menjalani pernikahan. Sesungguhnya Aisyah belum tahu apa-apa
tentang tanggungjawab berumahtangga ketika dinikahi oleh Rosulullah.
10. Mau
sih menikah, tapi ortu menghalang-halangi, bagaimana nih?
Ortumu berarti belum
paham tentang urgensi menikah, cobalah beri mereka keilmuan dan pemahaman yang
benar tentang menikah. Sampaikanlah dengan strategi yang tepat dan cara yang
baik, agar tidak terkesan menggurui dan tetap bersikap sopan pada mereka. Kalau
perlu beri mereka fakta-fakta kehidupan remaja yang menjalin cinta tanpa menikah,
baik itu lewat media tertulis, audio, visual, ataupun audiovisual. Semoga saja
beliau-beliau dapat melihat dengan “furqon“ agar dapat membedakan antara
hal-hal yang dimurkai dan diridhoi Allah.
11. Jika
saya sudah siap menikah, tapi orang yang saya sukai belum siap, bagaimana
urusannya nih?
Ya tunggu dia siap aja
kalau begitu mah, sambil nunggu ada hal-hal yang harus diperhatikan nih..
jangan mendekati zina, jangan melanggar batas-batas pergaulan dalam islam, dan
persiapkan lagi ilmu dan materi agar semakin mantap dan matang dalam berumah
tangga. Kalau bosan kelamaan nunggu, cari aja orang yang sudah siap lainnya.
Itu sih pilihan,, mau tetap menunggu dengan syarat-syarat tadi, atau
menyegerakan dengan pindah ke lain hati_
(Deni bin Mu'min)_
(Deni bin Mu'min)_
Tidak ada komentar:
Posting Komentar